Tiga Penyakit Akibat Facebook: Depresi, FB Syndrome, Nomophobia

Tiga Penyakit Akibat Facebook: Depresi, FB Syndrome, Nomophobia
CB Magazine -- Setidaknya ada tiga penyakit akibat Facebook: depresi, FB Syndrome, dan nomophobia. Selain ketiganya, masih banyak dampak negatif atau akibat buruk Facebook yang sering dibahas berbagai ahli dan media.

Depresi Facebook (Facebook Depression)

Menurut hasil penelitian, 'Dicuekin' di Facebook bisa membuat orang depresi. Apabila update-update status atau share sesuatu tidak direspons teman-temannya, maka Facebooker akan merasa terkucilkan dan tidak dianggap.

Seperti dilansir oleh The Next Web (15/8), para peneliti menemukan hubungan antara kebiasaan mengakses Facebook dengan tingkat kebahagiaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh University of Michigan, mengakses Facebook ternyata bisa membuat seseorang makin depresi.

Studi ini menjelaskan bahwa hal ini didapat setelah dilakukan sebuah survei reguler kepada 82 orang dewasa awal. Mereka ditanyai mengenai seperti apa yang dirasakan setelah mengakses jejaring sosial ini.

Hasilnya, ditemukan fakta bahwa terjadi penurunan kesejahteraan pengguna secara subyektif. Pengguna merasa sedih setelah mengakses Facebook.

Sebuah laporan terbaru dari American Academy of Pediatrician (AAP) telah mengidentifikasi penyakit baru yang disebut “Depresi Facebook” ini.

Berdasarkan laporan dari AAP, tim peneliti menyatakan, “Kami telah menemukan sebuah fenomena baru disebut depresi Facebook yang didefinisikan sebagai depresi yang berkembang ketika anak-anak usia pra remaja dan remaja menghabiskan banyak waktu di jejaring sosial seperti Facebook dan mulai menunjukkan gejala-gejala depresi.”

AAP mendorong dokter dan orang tua untuk mulai memonitor penggunaan Facebook oleh anak-anak mereka. Waktu yang dihabiskan remaja di internet meroket dan para dokter merasa mereka butuh untuk memperingatkan orang tua untuk mulai berbicara kepada anak-anak dan remaja mengenai isu-isu seperti cyberbullying, sexting, dan kesulitan untuk mengatur waktu akibat aktivitas tinggi di internet. Melihat kehidupan teman yang terlihat bahagia di dunia digital dapat memicu perasaan mengenai stress, iri hati, depresi ringan, dan serangan asma yang tiba-tiba.

Facebook Syndrome

Lengkapnya Facebook Depression Syndrome (FBDS), menurut Urban Dictionary, saat Facebooker melihat status atau foto temannya tampak bahagia, sukses, dan menunjukkan keceriaan dan kesuksesan, maka ia akan merasa sedih, minder, bahkan iri. Ia akan merasa dirinya tidak lebih sukses dan bahagia dari teman-temannya.

When you're on Facebook and see your friends looking like they're living amazing lives while you're feeling like you're just barely making it and you become sadder and sadder with each update you see.

Hasil penelitian yang dilakukan para ilmuwan di University of Michigan menunjukkan Facebook bisa memberikan konsekuensi negatif terhadap psikologis seseorang.

Semakin lama seseorang menggunakan Facebook, semakin buruk perasaan mereka setelah itu. Para ilmuwan juga menemukan bahwa semakin lama partisipan menggunakan Facebook, semakin mereka merasa bahwa level kenyamanan hidup mereka menurun.  Ia akan merasa orang lain lebih bahagia dan sukses.

Penyebab Depresi
Seperti dilansir magforwomen, Rabu (23/10/2013), terungkap bagaimana Facebook dapat menyebabkan depresi:

1. Tidak Mendapat Banyak Like
2. Memuat Foto Masa Lalu
3. Melihat Foto Mantan
4. Tidak Punya Banyak Teman
5. Foto- Foto Liburan Teman

Nomophobia

Apakah Anda merasa hampa atau bahkan panik jika berada jauh dari smartphone? Dunia terasa 'kiamat' karena merasa tidak terhubung dengan banyak orang dan kehilangan banyak informasi?

Bila begitu kondisinya, mungkin Anda sudah mengidap Nomophobia: merasa kehilangan atau rasa takut berlebihan ketika berada jauh dari smartphone. Nama Nomophobia sendiri muncul empat tahun lalu dari hasil studi yang dirilis oleh para psikolog di Inggris. Sejak saat itu penelitian terkait Nomophobia terus berlanjut hingga kini.

Berdasarkan survei yang dirilis situs berita Huffington Post pada September 2013, 64% penggunaan telepon pintar berusia muda antara 18-29 tahun diketahui selalu tertidur dengan membawa smartphone atau tablet ke tempat tidur.

Sedangkan survei lain yang dilakukan oleh Harris Interactive mengungkapkan 63% responden selalu mengecek smartphone paling sedikit satu kali tiap jam. Sementara ada sebagian kecil, tepatnya 5% responden yang mengaku akan mengecek smartphone per lima menit sekali.*

No comments:

Write a Comment


Top