Profil Organisasi Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang Dicap Teroris

Profil Organisasi Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang Dicap Teroris

Densus 88 Antiteror menangkap terduga teroris di Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat, Minggu (13/10/2019) malam.

Kapolresta Cirebon AKBP Roland Ronaldy mengatakan, warga berinisial B itu terlibat aktif dalam jaringan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang dinyatakan sebagai organisasi teroris dan terlarang di Indonesia.

Terduga teroris B ini sehari-hari berprofesi sebagai pedagang es keliling.

Nama kelompok JAD mencuat kembali setelah pelaku penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang, Banten, Kamis (11/10/2019), Syahrial Alamsyah alias Abu Rara, disebut polisi sebagai jaringan JAD di Bekasi.

Menurut mantan narapidana kasus terorisme, Sofyan Tsauri, jaringan JAD Bekasi merupakan bagian dari kelompok Tambun yang pernah dipimpin oleh Ruri Alexander Rumatarai alias Iskandar alias Abu Qutaibah.

Menurut kepolisian pasangan suami-istri Abu Rara dan Fitria adalah anak buah Abu Zee, pentolan JAD Bekasi. Abu Rara disebut terpapar dari media sosial Abu Zee dan sempat dinikahkan di Bekasi dengan Fitria.

Abu Zee sudah diringkus pada September 2019. Akan halnya Abu Qutaibah ditangkap pada 7 Juni 2017. Ia diduga terlibat dalam pengeboman Kampung Melayu.

Ini bukan kali pertama Qutaibah masuk penjara. Pada 2013, bekas orang nomor satu JAD Bekasi itu ditangkap dan divonis dua tahun penjara karena terlibat dalam jaringan Abu Roban di Bima. Dalam persidangan Aman Abdurrahman pada 2018, ia mengungkap bahwa Abu Qutaibah merupakan sosok yang dihormati dan dihargai di antara tahanan.

Siapa JAD?

Jamaah Ansharut Daulah (JAD) adalah sebuah kelompok yang dilaporkan memiliki kaitan dengan pengeboman Surabaya tahun 2018, meski kelompok yang menamakan diri Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) mengklaim bahwa mereka bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.

Tahun 2017, kelompok JAD dicap sebagai organisasi teroris atau Specially Designated Global Terrorist (SDGT) oleh Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat.

Laman resmi Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan, JAD telah melakukan --dan berpotensi besar untuk melancarkan-- aksi terorisme yang dapat mengancam keamanan warga AS.

Selain itu, JAD dianggap mengintai keamanan nasional, kebijakan asing, dan perekonomian negara yang bakal mengalami suksesi kepemimpinan tersebut.

JAD juga diyakini bertanggung jawab atas serangan di Jakarta pada Januari 2016 yang menewaskan delapan orang--termasuk para penyerbu--dan melukai 25 lainnya.

Juru bicara Markas Besar Polri, Brigadir Jenderal Rikwanto, mengatakan "Kelompok Jamaah Anshar Daulah berafiliasi" ke Bahrun Naim, sosok yang dicurigai berada di balik aksi Januari.

Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Tito Karnavian, menyatakan JAD lebih radikal dari Jemaah Islamiyah (JI) menimbang sangkutannya dengan ISIS. Pasalnya, kata Tito, ISIS lebih kuat dari Al Qaeda.

Pemerintah Indonesia telah menyatakan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) sebagai organisasi terlarang.

Putusan pengadilan tentang status JAD itu merupakan implementasi perdana dari Undang Undang Anti-Terorisme.

Selain JAD, pada 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga menetapkan Jemaah Islamiyah (JI) sebagai organisasi terlarang. JI adalah kelompok teror yang melaksanakan serangan Bom Bali 2002.

JAD disebut-sebut sebagai wadah bagi para simpatisan ISIS di Indonesia. JAD didirikan dalam sebuah pertemuan di Batu, Malang, Jawa Timur, pada November 2015.

Salah satu pencetus JAD, Aman Abdurrahman, dipercaya berperan sebagai pimpinan spiritual JAD.

Garis komando JAD bersifat lebih longgar. Anggota JAD dapat melakukan aksi secara mandiri tanpa harus meminta izin dari pimpinan pusat.

JAD memiliki beberapa satuan operasional yang terbagi menjadi regional, cabang, dan sel. JAD tidak memiliki struktur keanggotaan yang jelas karena relasi hubungan antara simpatisan dan anggota formal JAD juga tidak jelas.

JAD kerap mengadakan pengajian untuk orang-orang yang memiliki ideologi serupa dan simpatik terhadap gerakan mereka.

Pembekuan JAD tidak efektif jika melihat kembali struktur organisasinya yang cair. Pasalnya, para simpatisan tetap dapat melaksanakan serangan individual tanpa harus mendapatkan petunjuk khusus dari tokoh utama JAD.

Selain itu, mereka dapat membentuk kelompok sempalan baru untuk menghindar dari proses hukum.

Sejak Undang-Undang Anti-Terorisme Tahun 2018 disahkan, pihak kepolisian telah menangkap 283orang yang diduga berafiliasi dengan JAD . Mereka ditangkap sebagai terduga teroris pasca serangan bom di Surabaya, Jawa Timur.

Pengamat Terorisme dari Pusat Kajian Keamanan Nasional (Puskamnas) Ali Asghar mengatakan, muasal JAD yakni dari kelompok Jamaah Ansharut Tauhid (JAT).

JAT merupakan pecahan dari kelompok Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pimpinan Abu Bakar Baasyir. MMI awalnya banyak diisi oleh orang-orang yang merupakan alumni yang pernah ikut ke Afghanistan. Mereka menyebutnya mujahidin Afghanistan. Salah satu di antaranya adalah Aman Abdurrahman.

Sebagian anggota kemudian hengkang dari MMI, lalu membentuk JAT. Alasan mereka keluar lantaran Abu Bakar tidak menghendaki sistem pergantian kepemimpinan yang otomatis membuatnya terus memimpin MMI sampai akhir hayat.

"Abu Bakar tidak menghendaki pergantian pengaderan. Karena ini namanya jamaah, maka dia harus memimpin sampai akhir hayat. Kemudian sebagian anggota sepakat bikin jamaah sendiri, namanya Jamaah Ansharut Tauhid," kata Ali Ashgar dikutip republika.co.id.

Ali mengatakan, JAT dibentuk pada 2008. Selang dua tahun kemudian, tepatnya 2010, Abu Bakar ditahan sehingga membuat peta kekuatan jaringan mereka melemah. Di saat yang sama, Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) melakukan deklarasinya secara global.

"Kelompok ini (JAT) kemudian berbaiat kepada ISIS. Baiat ini dijembatani oleh Bahrun Naim," tutur dia. Lantas, pada 2015, Bahrun Naim mendeklarasikan adanya JAD yang sebetulnya memiliki cita-cita yang sama dengan JAT, yaitu Daulah Islamiyah.

Sumber: Republika, Detik, Tempo, Jakarta Post

No comments:

Write a Comment


Top